6-Tokoh Penting Mursyid Tarekat Al Idrisiyyah
Tuesday, 22 August 2017
Add Comment
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarokatuh?
Mengenal 6-Tokoh penting! Mursyid Al-Idrisiyyah (Guru akseptor sanad)
Toriqoh Al Idrisiyyah adalah sebuah pergerakan Islam yang bermanhaj Tarekat dengan Al-Quran dan As-Sunah sebagai sumber ajarannya Rosulullah SAW. Berbasis pondok pesantren (Fadris) yang menyelenggarakan pendidikan Islam dan umum, yang memiliki banyak kegiatan selain mengelola pendidikan, dan kegiatan ekonomi yang berupa mini market yang diberi nama Qini Mart.
Tarekat Al-Idrisiyyah tidak terlepas dari sejarah terjang para Guru Mursyid dan tokoh-tokohnya, yang menjadi pelopor Jam’iyah (perkumpulan). Guru Mursyid Al-Idrisiyyah kini yang ada di Indonesia, Kabupaten Tasikmalaya. dengan Ketuanya: Syekh Muhammad Fathurrahman M.Ag
Menurut sejarah..
Tarekat Al-Idrisiyyah dinisbahkan kepada nama Syekh Ahmad_ibn_Idris_al-Fasi Hasani (1173 – 1253 H / 1760 - 1837 M). Sebenarnya Tarekat ini berasal dari Tarekat Khidhiriyyah yang berasal dari Nabi Khidir As yang diberikan kepada Syekh Abdul Aziz bin Mas'ud ad-Dabbagh Ra.
Nisbah yang terus berlanjut hingga sekarang. Nah! berikut ini 6-Tokoh-tokoh Al-Idrisiyyah yang membawa Tarekat ini hingga ke indonesia..
1. Syekh Muhammad Fathurrahman M.Ag yaitu Pimpinan Bimbingan Majlis Taklim Al Idrisiyyah di Indonesia ketika ini

Syekh Muhammad Fathurrahman lahir tahun 1973 di Tasikmalaya. Dari pasangan seorang Ajengan kharismatik yang bernama Nasruddin dan Maimunah. Setelah Beliau diangkat sebagai menantu oleh Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan dari anaknya yang pertama, Beliau kemudian dipercayakan memegang tanggung jawab organisasi Yayasan Al-Idrisiyyah sebagai Ketua Umum. Dari jabatan yang diberikan inilah, banyak pengalaman yang diperolehnya terutama dalam masalah kepemimpinan.
Sejarah pendidikan Beliau di bidang agama diawali ketika mengenyam pendidikan Tsanawiyyah. Belum dua tahun Beliau meneruskan pendidikannya, atas dasar keinginannya berkhidmah kepada Guru pendidikan formalnya sempat terhenti. Hari-harinya diisi dengan berkhidmah dengan membantu Gurunya dalam beraktivitas. Banyak pekerjaan lainnya yang ia kerjakan, biar dapat berkhidmah secara penuh kepada Guru mursyid kita, Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan. Seperti memotong kayu bakar, memanjat pohon kelapa untuk mengambil buahnya, jualan kecambah (taoge) di pasar, jualan ikan asin, mengurus gilingan tepung beras, dan mengurus bebek. Beliau rela putus sekolah, untuk dapat berkhidmah kepada Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan.
Pendidikaan yang bersahabat dengan Beliau ketika itu yaitu mendalami keilmuan Pesantren tradisional, menyerupai mendalami kitab kuning. Tidak hanya di Pondok Fadris saja, tapi ia berusaha mengembangkan diri mencari ilmu-ilmu dasar kitab kuning ke banyak sekali Pesantren menyerupai di Garut, Limbangan, Sukabumi dan Banten.
2. Syekh al-Akbar Muhyiddin Muhammad Dud Dahlan Ra.
Penerus Syeikh Al-Akbar muhammad dahlan
Sejarah Kelahiran dan Tanda-tanda Kekhalifahan pada Dirinya
Beliau lahir pada di Jakarta, pada tanggal 7 April 1952 M / 12 Rajab 1370 H. Ibunda ia berjulukan Siti Am

inah binti H. Muh. Darsu. Sejak kecil ia sudah berpisah dari orang tuanya, ia diasuh oleh Kakeknya. Melalui kakeknya inilah ia diajarkan menghadapi realita kehidupan yang cukup keras. Setelah begitu lama ia bersama kakeknya, suatu ketika sang Kakek menunjukkan kepada ia bahwa orang tuannya yaitu seorang Guru, sambil mengisyaratkan kepada Asy-Syekh Al-Akbar Muh. Dahlan yang sedang mengajar di Masjid Al-Fattah Jakarta.
Pada ketika kabar itu disampaikan, spontanitas dalam hati Muhammad Daud kecil mengatakan ‘Kalau sudah besar nanti, saya harus menjadi seorang Guru menyerupai Bapakku’.
Tidak banyak, bahkan tidak ada yang mengira bahwa ia yang dipanggil ‘Abah Anom’[1] oleh Ayahanda-nya, akan menjadi penerus perjalanan kepemimpinan Thariqat ini.
Sebenarnya, menurut penuturan ia sendiri beberapa kejadian absurd semenjak kecil sudah dialami beliau. Di antaranya diselamatkan oleh kekuatan ghaib ketika terjadi kecelakaan, sehingga menyebabkan ia yang waktu itu masih kecil sudah berada di bawah kendaraan beroda empat VW ‘kodok’. Namun kejadian itu tidak membuat ia celaka sedikitpun, padahal body VW itu begitu rendah dengan dasar jalan.
Satu tanda lainnya, dikisahkan bahwa ketika seseorang menanyakan siapa pengganti Bapak (Asy-Syekh Al-Akbar Muh. Dahlan)? Beliau menjawab: ‘Tidak usah khawatir, karena dia sudah ada di pangkuanmu’. (Pada ketika itu orang yang bertanya sedang menggendong Asy-Syekh Al-Akbar M. Daud Dahlan kecil).
Pak Hasbullah, mengisahkan bahwa ada beberapa orang yang gres saja keluar dari kediaman Asy-Syekh Al-Akbar Muh. Dahlan ra. Sudah menjadi kebiasaan ia apabila ada orang yang gres saja datang dari kamar sang Mursyid eksklusif ia hampiri dan menanyakan apa yang gres dikatakan Asy-Syekh Al-Akbar, barang kali ada hal yang terbaru yang belum ia dengar.[2]
Ketika itu ia dapatkan dongeng terbaru, orang yang gres keluar tadi mengatakan bahwa Asy-Syekh Al-Akbar mengabarkan bahwa pengganti Bapak sekarang sedang ada di Saudi. Pada ketika itu Asy-Syekh Al-Akbar memang sedang berada di Saudi Arabia menjadi TKI bersama isteri beliau.
Salah seorang murid pernah menatap Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan yang ada pada diri Asy-Syekh Al-Akbar Muh. Daud Dahlan ketika ia sedang berceramah di mimbar. Bahkan ada yang mengatakan bahwa banyak kemiripan keduanya, di antaranya gaya ia memberikan nasehat.
Seorang murid yang dibukakan mata hatinya pada ketika Muh. Daud Dahlan berkhutbah di masjid, melihat sosok ia (Muh. Daud Dahlan) bermetamorfosis sosok Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan. Hal ini menunjukkan pelimpahan cahaya ruhani yang berpengaruh kepada ia sebagai calon pengganti Ayahandanya. Hal serupa juga diungkapkan oleh seorang tokoh masyarakat di Batu Tulis yang dimimpikan bahwa ketika Muh. Daud Dahlan mengajar, terjadilah perubahan wujud menjadi Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan ra.
Seorang Ustadz mendengar Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan ra. (ketika itu sedang istirahat/uzur) mengatakan bahwa pengganti ia yaitu orang yang berani. Saat itu datanglah Asy-Syekh Al-Akbar Muh. Daud Dahlan sedang dirundung musibah, karena habis berkelahi dengan seorang abdnegara militer yang menimbulkan profesinya sebagai supir bis menjadi terancam. Maka dengan titah yang diberikan oleh Guru sekaligus Ayahandanya, setelah itu ia mulai berkonsentrasi penuh mengelola peran yang gres saja diembannya itu, yakni sebagai Ketua Umum Yayasan Al-Idrisiyyah.
Belakangan, dengan adanya banyak sekali perselisihan mengenai kedudukan ia (apakah hanya sebagai Ketua atau Mursyid), maka bertanyalah ia kepada Ayahandanya. Maka dijawab, ‘Itu sih, terserah Abah Anom (Asy-Syekh Al-Akbar Muh. Daud) saja!”
Dengan demikian, lega-lah apa yang menjadi kegundahan beliau, sehingga ia mantap menjadi pemimpin sekaligus penuntun murid di atas jalan Thariqat ini.
3. Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan
(21 Desember 1916 – 17 September 2001)
A. Sejarah Kelahiran dan Tanda Kekhalifahan yang ada pada Dirinya
Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan merupakan putra (anak laki-laki) tertua dari Asy-Syekh Al-Akbar Abdul Fattah. Beliau dilahirkan pada tanggal 21 Desember 1916 M bertepatan dengan 26 Safar 1334 H di daerah Cidahu, Tasikmalaya.
Pendidikan awal ia diperoleh eksklusif dari ayahandanya. Kemudian Sekolah Rakyat Melayu di Singapura. Sepulang Syekh Abdul Fattah ke tanah air pada tahun 1932 ia disekolahkan di Madrasah ‘Unwanul Falah, Habib Ali Kwitang dan Madrasah Jami’atul Khair Tanah Abang, Jakarta. Setelah menimba ilmu di dua madrasah tersebut, ia mendapatkan peran untuk mempersiapkan kitab-kitab ayahnya manakala membahas suatu persoalan, menunggunya hingga selesai dan mengembalikan kitab tersebut ke tempatnya semula. Pendidikan model terakhir inilah menurut ia sangat besar pengaruhnya terhadap diri dan kehidupan ia selanjutnya.
Berbagai kabar mengenai kebesaran ia telah tercium di masa kanak-kanak oleh beberapa orang yang telah dianugerahi Mukasyafah. Di antaranya Habib Jamalulail yang menjadi Guru ayahanda beliau, yakni Asy-Syekh Al-Akbar Abdul Fattah yang menyatakan bahwa bayi ini (Muh. Dahlan) yaitu Wali Akbar. Pernyataan itu juga dilontarkan oleh Habib Ali Al-Habsyi[1] Kwitang sewaktu ia masih berguru di sana.
Pernah suatu peristiwa, ketika Asy-Syekh Al-Akbar Abdul Fattah bersama beberapa orang murid ia mengadakan perjalanan berziarah ke tempat-tempat Awliya untuk bertabarruk (mengambil berkah) di daerah Jawa, khususnya Jawa Barat.
4. Asy-Syekh Al-Akbar Abdul Fattah
Mursyid Al-Idrisiyyah (Si Linggis)
Asy-Syekh Al-Akbar Abdul Fattah (1884 – 1947)
Pada awal perjalanan spiritualnya, ia sempat menimba ilmu kepada seorang Kiyai yang berhaluan Thariqat Tijaniyyah, yakni KH. Suja’i, hingga tahun 1910. Di sini Syekh Abdul Fattah berguru lebih dari 7 tahun dan menjadi salah seorang santrinya yang ulet dan sungguh-sungguh menimba ilmu kepada gurunya. Beliau terkenal dengan sebutan ‘Si Linggis’, karena begitu tajam dan dalam analisa ia terhadap banyak sekali masalah. Bahkan terkadang pelajaran yang belum disampaikan gurunya, telah bisa dikuasainya. Hingga pada suatu ketika Syekh Abdul Fattah menjumpai sebuah ayat Al-Quran:
“Barang siapa yang mengambil hidayah (petunjuk) Tuhan maka dia termasuk orang yang diberi petunjuk, dan barangsiapa yang sesat (karena tidak mengambil hidayah) Tuhan maka ia tidak sekali-kali mendapatkan seorang Wali yang Mursyid”. (QS. Al-Kahfi : 17)
Beliau mempertanyakan siapakah “Wali Mursyid” yang dimaksud dalam ayat tersebut. KH. Suja’i menjelaskan bahwa mencari Wali Mursyid itu yaitu suatu keharusan, sedangkan KH. Suja’i sendiri mengaku bukan seorang Wali Mursyid. Karena itu ia menyarankan Syekh Abdul Fattah untuk mencarinya.
Awal pencarian Guru Mursyid telah ia lakukan di daerah Pulau Jawa dan Sumatera, hingga akibatnya ia memutuskan mencarinya ke daerah Timur Tengah, khususnya Makkah Al-Mukarramah.
Keberangkatan ia yang pertama, dengan membawa seluruh keluarganya. Harta benda dan tempat tinggal ia tinggalkan demi mendapatkan cahaya petunjuk seorang Wali Mursyid. Konon, isteri ia Ibu Siti Zubaidah merupakan keturunan orang yang berada, sehingga beberapa lahan tanahnya dijual untuk perbekalan selama perjalanan.
Perjalananpun dimulai, dengan kapal laut rombongan mulai singgah dari pelabuhan satu ke pelabuhan yang lain. Namun perjalanan menuju Mekkah menjadi terhenti, ketika kapal yang ia tumpangi mengalami kerusakan di Singapura. Saat itulah terjadi musibah, di mana seluruh keluarga ia mengalami kehilangan perbekalan.
5. syekh Ahmad Syarif-as-Sanusi
Syekh Ahmad asy-Syarif dilahirkan pada tahun 1873 di Jaghbub
(1873-1932)
Keadaan diri dan kelahirannya
Sayid Ahmad Syarif memiliki postur badan yang sedang, mukanya panjang dan tebal, dan andaikata matanya tidak cekung ke dalam maka dia tampak menyerupai orang Cina. Matanya sayu dan hampir-hampir tidak menunjukkan ekspresi apa-apa, dan dia jarang sekali tersenyum. Dia berpakaian jubah putih dan memakai serban lebar berwarna putih juga.
Syaikh Ahmad asy-Syarif dilahirkan pada tahun 1873 di Jaghbub, di mana dia mendapat bimbingan pamannya, Sayyid al-Mahdi, ayahnya (Muhammad Syarif), ar-Rifi dan al-Biskiri. Selain itu dia diperkenalkan dengan semua masalah yang dihadapi oleh Thariqat Sanusiyyah pada ketika itu karena pamannya memberitahukan hal-hal ini kepadanya, dan sering mengeluarkan perintah melalui dirinya. Ketika Sayyid al-Mahdi pindah ke Qiru di Sudan, Sayyid Ahmad as-Syarif menemaninya, dan di sanalah dia dinyatakan sebagai calon penggantinya, pada ketika pamannya meninggal.
Syekh Ahmad Asy-Syarif mengarang sebuah kitab yang berjulukan Al-Anwarul Qudsiyyah fi Ma'alimith Thariqis Sanusiyyah. Di dalam kitab tersebut Beliau bertanya kepada kakak dari ayahnya Syekh Muhammad al-Mahdi, kepada siapakah Thariqah Sanusiyyah disandarkan sehingga disebut sebagai Thariqah As-Sanusiyyah Al-Idrisiyyah Al-Qadiriyyah An-Nasiriyyah As-Sadziliyyah. Maka dijawab, bahwa semuanya kembali kepada nama 'Al-Muhammadiyyah', yang berarti mengikuti Sunnah baik sedikit maupun banyak. Pada awalnya Thariqah ini merupakan salah satu cabang dari Thariqah Syadziliyyah. Menurut Syekh Ahmad Asy-Syarif As-Sanusi Thariqah ini dibangun atas dasar mengikuti Sunnah dalam perkataan, perbuatan, keadaan, serta membiasakan menyebut shalawat Nabi di banyak sekali waktu.
Dalam kitab itu pula diterangkan sumber pengambilan amalan-amalan utama Thariqat Sanusiyyah. Seperti Shalawat Ummiyyah, memiliki sanad dari Syekh Muhammad bin Ali as-Sanusi yang mendapatkan dari Syekh Ahmad bin Idris, ia dari Syekh Abul Mawahib at-Taziy, ia dari Syekh Muhammad bin Zayyan, ia dari Syekh Muhammad bin Nashir ad-Dar'i. Selain itu Syekh Muhammad bin Ali as-Sanusi mendapatkan pula dari Syekh Muhammad bin Muh. bin Abdus Salam al-Banani, ia dari Syekh Ahmad bin Muhammad bin Nashir ad-Dar'i, dan ia dari Syekh Muhammad bin Nashir ad-Dar'i.
Sedangkan Shalawat Fatihiyyah, memiliki sanad dari Syekh Muhammad bin Ali as-Sanusi, ia mendapatkan dari Syekh Ahmad bin Idris, ia dari Syekh Abul Mawahib at-Taziy, ia dari Syekh Abul Abbas ad-Dani al-Fasi, ia dan Syekh at-Taziyyi mendapatkan dari Syekh Abdul Qadir al-Mufti al-Makki, dari Syekh Sa'dud Din bin Sayid Allam Muhammad, kemudian sanadnya bersambungan hingga Syekh Abdul Qadir al-Jaelani.
Maka, tidak semua pengamal Thariqah Idrisiyyah membawakan kedua awrad ini. Sebab mereka tidak mengambil sanad melalui Syekh Muhammad bin Ali as-Sanusi, tapi melalui murid Syekh Ahmad bin Idris lainnya, menyerupai Syekh Ibrahim Ar-Rasyidi, Syekh Muhammad Al-Mirghani, dsb.
6. Umar Al-Mukhtar
SINGA PADANG PASIR DARI THARIQAT SANUSIYYAH
Anda mungkin pernah menyaksikan film Omar Mukhtar, The Lion of the Desert yang dibintangi sederet pemain drama Barat terkenal: Anthony Quin, Irene Papas, Oliver Reed, dan Rod Steiger.
Film kolosal yang diproduksi Mustapha Akkad, seorang Muslim asal Aleppo, Suriah, ini mengisahkan usaha heroik Umar Mukhtar, seorang tokoh Muslim, melawan tentara pendudukan Italia di Libya. Dengan gagah berani Singa Padang Pasir ini mempertahankan setiap jengkal negerinya dari penjarahan sedadu-serdadu Mussolini yang terkenal brutal. Beliau gres tertangkap ketika usianya sudah 70 tahun. Siapakah tokoh Thariqat yang begitu terkenal ini?
************
Umar Mukhtar lahir pada tahun 1862 di Bathafat, Libya Timur. Ia berasal dari suku Munfah. Dia sudah menjadi yatim ketika masih kecil, karena ayahnya meninggal dunia pada ketika dia dan ayahnya dalam perjalanan menunaikan ibadah haji. Dalam usia yang masih kecil itu ia sudah berhasil menghafalkan seluruh al Alquran dan mempelajari ilmu agama di tempat kelahirannya, ia berangkat Ke Jaghbub. Di kota ini ia menjadi murid Muhammad Idris putra dari Sayyid Muhammad al Mahdi. Segera sang Gurupun mengetahui kecerdasan muridnya. Tidak absurd bila ketika muridnya selesai berguru kepadanya, ia mengangkat Umar Mukhtar sebagai guru di daerah Qushur, sebuah kota kecil di daerah Jabal Akhdhar pada tahun 1897.
Umar Mukhtar yaitu seorang Da’i Islam yang besar. Dia menyeru kepada Islam, dan menyebarluaskan pikiran-pikiran Islam dengan memberikan bimbingan, penjelasan, dan keteladanan. Dia mempunyai bakat besar. Tuhan memberikan kepadanya kemampuan menyelesaikan banyak sekali perselisihan di kalangan masyarakat dengan cerdas dan piawai. Di sini Umar Mukhtar menunjukkan perhatiannya yang besar terhadap banyak sekali problem kemasyarakatan. Beberapa tahun kemudian, karena keberhasilannya mengarahkan masyarakat sekitarnya, penguasa daerah itu mengangkatnya sebagai penasehatnya.
Saat itu gerakan pendudukan tentara Italia di negerinya semakin menjadi-jadi. Melihat hal itu, Umar Mukhtar terpanggil untuk mempertahankan negerinya. Dengan segera ia menjadi salah seorang tokoh terkenal. Malah, akibatnya ia diminta gurunya untuk memimpin perlawanan terhadap penjajah Italia.
Kilas Balik
Perhatian Italia terhadap Libya mulai semenjak 1871. Yakni, setelah Italia beerhasil mewujudkan kesatuan politiknya. Negeri ini pun mulai mengerlingkan pandangannya ke arah Eropa, daerah Mediteranean dan Afrika. Perhatiannya pertama-tama terarah pada masalah kebudayaan, kesehatan dan ekonomi.
Pada tahun 1910 Italia mengirim sebuah ekspedisi arkeologi ke Libya, ketika itu berada di bawah daerah kesultanan Turki. Untuk meneliti peninggalan purba. Konon, ekspedisi ini juga menyiapkan peta-peta yang memudahkan tentara Italia memasuki Libya. Pada Januari 1911 penguasa Turki di Libya memperingatkan pemerintah pusat di Turki wacana sikap Italia yang semakin menaruh perhatian terhadap Libya. Tapi, pemerintah Turki memandang remeh peringatan itu. Sikap pemerintah Turki ini bisa dimengerti, karena pemerintah Turki tengah disibukkan oleh banyak sekali problem dalam negeri.
Peringatan itu ternyata benar. Tanpa diduga pada tanggal 29 September 1911 Italia menyatakan perang terhadap Turki di Libya. Pada hari berikutnya skuadron kapal perang Italia mulai memblokade Tripoli, ibukota Libya. Setelah empat hari diblokade, kota itu jatuh. Karena keunggulan kekuatan militer dan teknik serdadu Italia ketika itu, yang berjumlah 40.000 orang, 6.000 di antaranya anggota pasukan artileri, sejumlah kota penting Libya jatuh. Pada final Oktober 1911 hampir sebagian besar daerah pantai negeri ini telah jatuh ke tangan pasukan pendudukan Italia.
Pasukan Turki yang berada di Libya dengan gagah berani berupaya menghadang gerak maju pasukan Italia. Sayang, karena jumlahnya sedikit dan dilengkapi dengan peralatan perang yang terbatas, akibatnya pada 11 Oktober 1912 mereka terpaksa mendatangi sebuah perjanjian ini, Libya harus diserahkan Turki pada Italia.
Ketika bangsa Libya mengetahui hal itu, merekapun bergerak untuk mempertahankan negeri mereka. Terjadilah penyerangan terhadap pasukan pendudukan Italia. Bantuan sukarelawan berdatangan dari sejumlah negara Arab lain. Sayang, perlawanan ketika itu dilakukan secara acak-acakan. Akibatnya, perlawanan itu dengan mudah dipatahkan lawan.
Setelah pasukan Turki ditarik mundur dari Libya, para pengikut Gerakan Sanusiyyah yang memegang kendali usaha melawan pendudukan Italia. Khususnya di daerah Cyrenayca dan Libya Timur. Di antara tokoh gerakan perlawanan itu ialah Sayyid Ahmad Syarif as Sanusi dan Sayyid Muhammad Idris as Sanusi. Sementara perlawanan di Tripoli di bawah pimpinan Sulaiman al Baruni. Pertempuran yang paling sengit meletus pada bulan April 1915, disebut pertempuran Qardhabiah.
Tampil ke Depan
Pada bulan Oktober 1922 Benito Mussolini (1883 – 1945) berhasil merebut kekuasaan di Italia. Ia melihat Libya merupakan medan yang luas untuk menunjukkan kekuatannya kepada dunia. Mulailah babak gres pendudukan Italia di Libya.
Dua tahun sebelumnya tercapai perjanjian antara panglima pasukan Italia di Libya dan pemimpin perlawanan Libya dan pemimpin perlawanan Libya, Muhammad Idris as Sanusi. Dalam perjanjian ini, yang disebut dengan ‘Perjanjian Rajmah’, Italia mengakui kedudukan Muhammad Idris as Sanusi sebagai penguasa daerah pedalaman Libya. Sebaliknya ia mengakui kedudukan panglima pasukan Italia sebagai penguasa daerah pantai Libya.
Perjanjian Rajmah tersebut berlaku efektif hingga 1922. Pada tahun itu Mussolini membatalkan perjanjian itu. Penguasa Pendudukan Italia pun menyatakan kekuasaannya meliputi seluruh Libya.
Melihat tindakan Mussolini yang seenaknya itu, Muhammad Idris as Sanusi menyadari, Italia berupaya menyingkirkannya. Iapun memilih meninggalkan negerinya menuju Mesir, setelah menyerahkan kepemimpinan perlawanan kepada Umar Mukhtar. Ketika itu Umar Mukhtar telah menjadi salah seorang tokoh Gerakan Sanusiyyah.
Setelah perlawanan terhadap pendudukan Italia berada di tangan Umar Mukhtar, pusat usaha mereka dialihkan ke daerah Cyrenaica. Di daerah itu meletus banyak sekali pertempuran sengit, antara para pejuang Libya di bawah pimpinan Umar Mukhtar dan serdadu-serdadu Itallia di bawah komando Jendral Graziani. Dalam pertempuran-pertempuran itu, Cyrenaica mendapat gempuran habis-habisan dari pesawat-pesawat tempur dan tank-tank Italia yang menabur kematian. Graziani membentuk “Mahkamah Militer Kilat”.
Dalam mengarahkan gerakan perlawanan Libya, Umar Libya, Umar Mukhtar memilih Jabal Akhdhar sebagai pangkalan. Karenanya pasukan Italia berupaya memblokadenya dengan menduduki wilayah-wilayah sekitarnya. Misalnya, Ajnabiah dan Jaghbub. Malah, untuk mematahkan perlawanan Umar, Mussolini mengangkat Jendral Padolini sebagai penglima gres pasukan pendudukan Italia.
Dalam menghadapi Umar Mukhtar dan para pengikutnya, Jendreal Padolini pertama-tama berbagi pamflet-pamflet ke seluruh penjuru Libya. Tapi upaya ini tidak mendatangkan hasil. Melihat kegagalan itu, Padolini mengubah taktiknya. Ia membuat sejumlah jalan menuju Jabal Akhdhar guna memudahkan serdadu-serdadunya memburu Umar Mukhtar dan para pejuang Libya lainnya. Ternyata strategi ini juga patah di tengah jalan. Ini karena Umar Mukhtar dan para pengikutnya benar-benar menguasai daerah itu. Sehingga dengan mudah mereka melepaskan diri dari sergapan pasukan Italia.
Menolak Berbagai Tawaran Menarik
Melihat kegagalan strategi militer yang ia lakukan, Padolini berganti haluan dengan memakai sarana politik. Ia mengajukan sejumlah proposal yang menarik kepada Umar Mukhtar ddan para pengikutnya, dengan syarat Umar Mukhtar mau berunding. Tapi, Umar Mukhtar menolak semua proposal itu.
Pada Juni 1930 utusan Padolini kembali menemui Umar Mukhtar, menunjukkan gencatan senjata. Sekali lagi proposal itu ditolak Umar Mukhtar, dengan mengajukan sejumlah syarat dan tuntutan yang sulit dipenuhi. Misalnya, kesediaan Italia untuk tidak mencampuri urusan Libya, legalisasi bahasa Arab sebagai bahasa resmi, dan pendirian sejumlah sekolah tinggi tinggi. Jelas, tuntutan itu ditolak pemerintah Italia.
Melihat ancaman yang semakin meningkat, peenguasa Italia menyadari bahwa impian yang ada terletak pada perlakuan yang baik terhadap Umar Mukhtar dan kesediaannya untuk berunding. Padolini pun mengutus duta kepada Umar Mukhtar, untuk mengemukakan kepadanya bahwa tuntutan-tuntutannya diterima pemerintah Italia. Tapi untuk menandatangani perjanjian di antara kedua belah pihak, perlu diadakan pertemuan antara Umar Mukhtar dan Padolini. Sebagai tempat pertemuan, Padolini mengajukan Kota Bengazi.
Umar Mukhtar ternyata tidak mudah terkecoh. Ia mengetahui maksud yang tersembunyi di balik proposal itu. Karenanya ia menolak untuk menemui Padolini. Sebagai gantinya ia mengutus Hasan Ridha as Sanusi. Seperti diperkirakan Umar Mukhtar, urusannya dipaksa Padolini untuk menyepakati sebuah perjanjian baru. Dalam perjanjian itu, antara lain Hasan Ridha dan Umar Mukhtar seetiap bulan akan mendapatkan gaji sebesar 50.000 franc. Di samping itu Hasan Ridha akan dibuatkan sebuah istana megah di Bangazi. Pemeritah Italia juga menjanjikan akan memugar padepokan Umar Mukhtar, dan membangunkan sebuah rumah dan masjid untuknya.
Jelas, perjanjian itu ditolak Umar Mukhtar. Ia sebarluaskan penolakannya itu di kalangan bangsa Libya. Perangpun pecah kembali. Dalam menghadapi pertempuran yang kembali berkobar, Padolini mengerahkan komando pasukan Italia kepada Jendral Graziani. Graziani segera melancarkan upaya untuk membendung gerak Umar Mukhtar dan para pejuang lainnya. Antara lain dengan menutup sekolah-sekolah dan memaksa penduduk daerah Jabal Akhdhar mengungsi ke wilayah-wilayah yang tandus dan kering kerontang. Akibatnya, banyak di antara mereka yang mati kelaparan. Graziani memerintahkan pemasangan kawat berduri di perbatasan Libya-Mesir, guna menghentikan santunan dari negara-negara Arab lain.
Menghadapi tekanan yang semakin keras dan gempuran yang tidak kenal henti itu, Umar Mukhtar dan para pengikutnya kemudian pindah ke daerah yang disebut dengan ‘Gunung Obeid’ dan terkenal sulit medannya ini mereka jadikan sebagai pangkalan baru. Penduduk daerah ini, yang sebelumnya telah mengalah kepada pasukan pendudukan, malah berhasil dibangkitkan semangatnya untuk turun ke medan laga.
Dihormati lawan
Dengan berpindahnya pangkalan perlawanan, semangat usaha Umar Mukhtar berkobar kembali. Terjadilah serangkaian pertempuran sengit. Yang paling terkenal ialah ‘pertempuran Rahiba’, yang meletus pada 28 Maret 1927.
Pertempuran Rahiba terjadi setelah serdadu-serdadu Italia berhasil menguasai sepenuhnya daerah pantai Tripoli dan Bengazi, dan memojokkan para pejuang ke daerah Jabal Akhdhar. Ketika bulan Ramadhan (bertepatan dengan Maret 1927) tiba, Umar Mukhtar dan para pengikutnya lebih banyak menggunakan waktunya untuk melaksanakan banyak sekali ibadah menyerupai shalat dan tadarus al Quran. Saat itu seakan terjadi gencatan senjata di kedua belah pihak yang berperang untuk mempersiapkan diri guna menghadapi pertempuran yang bakal terjadi kembali.
Dalam suasana yang damai itu, ada orang yang memberi saran kepada panglima pasukan Italia untuk menyerbu para pejuang. Saran itu disepakati pemerintah Italia. Segera dengan secara rahasia dilakukan persiapan militer besar-besaran selam dua minggu. Pasukan yang terdiri dari lebih seribu orang ini dilengkapi dengan tank-tank dan peralatan perang termodern ketika itu. Pasukan ini kemudian bergerak ke Jabal Akhdhar, dengan rahasia biar bisa hingga ke ujung daerah itu, sementara pejuang tidak dalam keadaan siap.
Pada suatu pagi di bulan Ramadhan, ketika Umar Mukhtar sedang mendaras al Quran, tiba-tiba sejumlah pesawat tempur Italia melancarkan serangan besar-besaran terhadap tempat-tempat di sekitarnya. Belum lagi ia siap, seorang pengiringnya melaporkan wacana kedatangan serdadu-serdadu Italia. Atas saran seorang tangan kanannya, iapun membawa para pejuang yang tinggal berjumlah 100 orang ke hutan. Dengan strategi hit and run, akibatnya ia dan para pengikutnya berhasil mematahkan serangan dadakan yang dilancarkan serdadu-serdadu Italia. Dalam pertempuran ini korban di pihaknya sekitar 50 orang. Sementara pasukan Italia kehilangan sekitar 300 anggotanya. Kekalahan dalam pertempuran Rahiba ini benar-benar memalukan pasukan pendudukan Italia. Hal ini membuat Gubenur Jendral Tirocci melancarkan serentan tindakan militer guna menundukkan Umar Mukhtar dan para pengikutnya. Terjadilah serangkaian pertempuran sengit kembali. Yang paling terkenal, di antara pertempuran-pertempuran itu ialah ‘Pertempuran Kafra’ yang terjadi pada 8 Mei 1931.
Kemenangan Umar Mukhtar dan para pengikutnya dalam pertempuran-pertempuran itu membuat namanya terkenal. Tidak hanya di dunia Islam saja, tapi juga di Barat. Apalagi sikapnya yang menghormati dan memperlakukan baik para tawanan, membuat Umar Mukhtar dihormati lawan. Sebaliknya ia juga mengakui, tidak semua bangsa Italia oke dengan tindakan pasukan Italia di Libya. Sikapnya yang jantan ini membuat perjuangannya mendapat perhatian banyak pihak di Barat.
Kisah mengharukan Umar Al-Muhktar yang Mati Syahid di Tiang Gantungan
Di antara kebiasaan Umar Mukhtar ialah keluar gotong royong beberapa pengawalnya mengelilingi daerah Jabal Akhdhar. Maksudnya untuk mengawasi gerakan serdadu-sedadu Italia. Tapi, terkadang ia kurang berhati-hati. Kerapkali ia melepaskan diri dari pengawalan para pengiringnya. Tidak absurd bila teman-temannya sering memperingatkannya. Meski demikian ia tetap melaksanakan tindakan itu.
Pada Jum’at 12 September 1931 Umar Mukhtar dan 40 orang pengiringnya keluar untuk melaksanakan pengintaian. Pasukan Italia ketika itu telah memasang perangkap di dekat Desa Salanthah, Jabal Akhdhar. Ketika ia dan para pengikutnya tiba di desa itu, tanpa menyadari adanya jebakan tersebut, tiba-tiba mereka telah dikurung oleh ratusan serdadu Italia. Terjadilah pertempuran sengit. Para pengiringnya bertempur hingga mereka semua mati syahid.
Melihat semua pengiringnya telah tewas, Umar Mukhtar yang ketika itu telah berusia 70 tahun tetap bertempur dengan sengitnya. Tiba-tiba kudanya terkena timah panas. Iapun jatuh terpental dari kudanya. Dengan berjalan tertatih-tatih ia menuju ke sebuah pohon, untuk sejenak bernafas. Tapi, segera ratusan serdadu Italia mengurungnya dan menangkapnya.
Umar Mukhtar, dengan pengawalan yang sangat ketat kemudian dibawa ke Marfa’, sebuah kota pelabuhan. Dari sana kemudian ia dibawa ke Benghazi. Kebetulan Jendral Graziani ketika itu sedang berada di Roma. Begitu mendapatkan isu tertangkapnya Umar Mukhtar, hari itu juga ia eksklusif kembali ke Libya dengan menumpang pesawat terbang. Begitu hingga di sana, ia eksklusif memerintahkan Umar Mukhtar dihadapkan ke Mahkamah Militer, di bawah pimpinan hakim ketua Marioni1. Umar Mukhtar tampak gagah berani tatkala diadili. Keputusan segera dijatuhkan. Tak ayal lagi hukuman gantung dijatuhkan terhadap Singa Padang Pasir itu. Mendengar putusan itu Umar Mukhtar berucap: إنا لله وإنا إليه راجعون.
Mereka mendorongnya kepada kematian, namun Umar Mukhtar tidak gentar dan sedih. Dia tidak takut dan gentar menghadapi kematian, karena ia sendiri tellah berusaha lebih dari sekali untuk mendapatkannya di medan kemuliaan dan kesatriaan. Tidak satupun kata yang menunjukkan kelemahan dan keraguan keluar dari mulutnya. Bagaimana tidak, dia yaitu singa padang pasir:
Singa mengaum di balik terali besi
Engkau tidak akan melihat singa menangis merunduk.
Pada pagi, Rabu 16 September 1931, yakni empat hari setelah Umar Mukhtar ditangkap, orang renta pejuang yang telah berumur 90 tahun itu dibawa ke tiang gantungan. Setelah melaksanakan shalat dan mengucapkan dua kalimat syahadat “لآ إله إلا الله محمد رسول الله Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad Utusan Allah”, Umar Mukhtar dengan langkah yang damai dan tersenyum menghadap Khaliqnya, diiringi tetesan air mata 20 ribu orag Libya yang ketika itu turut menghadiri kepergian Umar Mukhtar menghadap Tuhannya dan mati syahid di tiang gantungan.
Semoga Tuhan merahmati Ahmad Syauqi yang telah berkata untuknya:
Engkau disuruh memilih, maka engkaupun memilih bermalam dalam keadaan lapar,
Engkau tidak membangun kedudukan atau mengumpulkan kekayaan,
Sesunguhnya pahlawan mati karena kehausan, dan bukanlah pahlawan yang minum air dengan sekali tegukan.
Umar Mukhtar dimakamkan di dekat pintu masuk Benghazi Timur. Pada makamnya yang sederhana terukir tulisan: “Lambang kepahlawanan dan kesyahidan: Mujahid Besar Omar Mukhtar, Jumadil Ula 1350 H / 16 September 1931”.
LQ, Batu Tulis, 9 Mei 2001/ 15 Shafar 1422
1 Pengadilannya disebut sebagai ‘Pengadilan Thayyarah’.
Semoga bermanfaat
Wassalamualaikum!
Sumber http://mudahrizki.blogspot.com/
Mengenal 6-Tokoh penting! Mursyid Al-Idrisiyyah (Guru akseptor sanad)
Toriqoh Al Idrisiyyah adalah sebuah pergerakan Islam yang bermanhaj Tarekat dengan Al-Quran dan As-Sunah sebagai sumber ajarannya Rosulullah SAW. Berbasis pondok pesantren (Fadris) yang menyelenggarakan pendidikan Islam dan umum, yang memiliki banyak kegiatan selain mengelola pendidikan, dan kegiatan ekonomi yang berupa mini market yang diberi nama Qini Mart.
Tarekat Al-Idrisiyyah tidak terlepas dari sejarah terjang para Guru Mursyid dan tokoh-tokohnya, yang menjadi pelopor Jam’iyah (perkumpulan). Guru Mursyid Al-Idrisiyyah kini yang ada di Indonesia, Kabupaten Tasikmalaya. dengan Ketuanya: Syekh Muhammad Fathurrahman M.Ag
Menurut sejarah..
Tarekat Al-Idrisiyyah dinisbahkan kepada nama Syekh Ahmad_ibn_Idris_al-Fasi Hasani (1173 – 1253 H / 1760 - 1837 M). Sebenarnya Tarekat ini berasal dari Tarekat Khidhiriyyah yang berasal dari Nabi Khidir As yang diberikan kepada Syekh Abdul Aziz bin Mas'ud ad-Dabbagh Ra.
Nisbah yang terus berlanjut hingga sekarang. Nah! berikut ini 6-Tokoh-tokoh Al-Idrisiyyah yang membawa Tarekat ini hingga ke indonesia..
![]() |
6-Tokoh penting Tarwkat Al-Idrisiyyah-alidrisiyyah.or.id |
1. Syekh Muhammad Fathurrahman M.Ag yaitu Pimpinan Bimbingan Majlis Taklim Al Idrisiyyah di Indonesia ketika ini
![]() |
Syekh Muhammad Fathurrahman M.Ag-alidrisiyah.or.id |
Mursyid Al-Idrisiyyah (2010)
Syekh Muhammad Fathurrahman lahir tahun 1973 di Tasikmalaya. Dari pasangan seorang Ajengan kharismatik yang bernama Nasruddin dan Maimunah. Setelah Beliau diangkat sebagai menantu oleh Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan dari anaknya yang pertama, Beliau kemudian dipercayakan memegang tanggung jawab organisasi Yayasan Al-Idrisiyyah sebagai Ketua Umum. Dari jabatan yang diberikan inilah, banyak pengalaman yang diperolehnya terutama dalam masalah kepemimpinan.
Sejarah pendidikan Beliau di bidang agama diawali ketika mengenyam pendidikan Tsanawiyyah. Belum dua tahun Beliau meneruskan pendidikannya, atas dasar keinginannya berkhidmah kepada Guru pendidikan formalnya sempat terhenti. Hari-harinya diisi dengan berkhidmah dengan membantu Gurunya dalam beraktivitas. Banyak pekerjaan lainnya yang ia kerjakan, biar dapat berkhidmah secara penuh kepada Guru mursyid kita, Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan. Seperti memotong kayu bakar, memanjat pohon kelapa untuk mengambil buahnya, jualan kecambah (taoge) di pasar, jualan ikan asin, mengurus gilingan tepung beras, dan mengurus bebek. Beliau rela putus sekolah, untuk dapat berkhidmah kepada Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan.
Pendidikaan yang bersahabat dengan Beliau ketika itu yaitu mendalami keilmuan Pesantren tradisional, menyerupai mendalami kitab kuning. Tidak hanya di Pondok Fadris saja, tapi ia berusaha mengembangkan diri mencari ilmu-ilmu dasar kitab kuning ke banyak sekali Pesantren menyerupai di Garut, Limbangan, Sukabumi dan Banten.
2. Syekh al-Akbar Muhyiddin Muhammad Dud Dahlan Ra.
![]() |
Syekh al akbar M. Muh. Daud Dahlan-alidrisiyyah.or.id |
Penerus Syeikh Al-Akbar muhammad dahlan
Sejarah Kelahiran dan Tanda-tanda Kekhalifahan pada Dirinya
Beliau lahir pada di Jakarta, pada tanggal 7 April 1952 M / 12 Rajab 1370 H. Ibunda ia berjulukan Siti Am
inah binti H. Muh. Darsu. Sejak kecil ia sudah berpisah dari orang tuanya, ia diasuh oleh Kakeknya. Melalui kakeknya inilah ia diajarkan menghadapi realita kehidupan yang cukup keras. Setelah begitu lama ia bersama kakeknya, suatu ketika sang Kakek menunjukkan kepada ia bahwa orang tuannya yaitu seorang Guru, sambil mengisyaratkan kepada Asy-Syekh Al-Akbar Muh. Dahlan yang sedang mengajar di Masjid Al-Fattah Jakarta.
Pada ketika kabar itu disampaikan, spontanitas dalam hati Muhammad Daud kecil mengatakan ‘Kalau sudah besar nanti, saya harus menjadi seorang Guru menyerupai Bapakku’.
Tidak banyak, bahkan tidak ada yang mengira bahwa ia yang dipanggil ‘Abah Anom’[1] oleh Ayahanda-nya, akan menjadi penerus perjalanan kepemimpinan Thariqat ini.
Sebenarnya, menurut penuturan ia sendiri beberapa kejadian absurd semenjak kecil sudah dialami beliau. Di antaranya diselamatkan oleh kekuatan ghaib ketika terjadi kecelakaan, sehingga menyebabkan ia yang waktu itu masih kecil sudah berada di bawah kendaraan beroda empat VW ‘kodok’. Namun kejadian itu tidak membuat ia celaka sedikitpun, padahal body VW itu begitu rendah dengan dasar jalan.
Satu tanda lainnya, dikisahkan bahwa ketika seseorang menanyakan siapa pengganti Bapak (Asy-Syekh Al-Akbar Muh. Dahlan)? Beliau menjawab: ‘Tidak usah khawatir, karena dia sudah ada di pangkuanmu’. (Pada ketika itu orang yang bertanya sedang menggendong Asy-Syekh Al-Akbar M. Daud Dahlan kecil).
Pak Hasbullah, mengisahkan bahwa ada beberapa orang yang gres saja keluar dari kediaman Asy-Syekh Al-Akbar Muh. Dahlan ra. Sudah menjadi kebiasaan ia apabila ada orang yang gres saja datang dari kamar sang Mursyid eksklusif ia hampiri dan menanyakan apa yang gres dikatakan Asy-Syekh Al-Akbar, barang kali ada hal yang terbaru yang belum ia dengar.[2]
Ketika itu ia dapatkan dongeng terbaru, orang yang gres keluar tadi mengatakan bahwa Asy-Syekh Al-Akbar mengabarkan bahwa pengganti Bapak sekarang sedang ada di Saudi. Pada ketika itu Asy-Syekh Al-Akbar memang sedang berada di Saudi Arabia menjadi TKI bersama isteri beliau.
Salah seorang murid pernah menatap Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan yang ada pada diri Asy-Syekh Al-Akbar Muh. Daud Dahlan ketika ia sedang berceramah di mimbar. Bahkan ada yang mengatakan bahwa banyak kemiripan keduanya, di antaranya gaya ia memberikan nasehat.
Seorang murid yang dibukakan mata hatinya pada ketika Muh. Daud Dahlan berkhutbah di masjid, melihat sosok ia (Muh. Daud Dahlan) bermetamorfosis sosok Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan. Hal ini menunjukkan pelimpahan cahaya ruhani yang berpengaruh kepada ia sebagai calon pengganti Ayahandanya. Hal serupa juga diungkapkan oleh seorang tokoh masyarakat di Batu Tulis yang dimimpikan bahwa ketika Muh. Daud Dahlan mengajar, terjadilah perubahan wujud menjadi Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan ra.
Seorang Ustadz mendengar Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan ra. (ketika itu sedang istirahat/uzur) mengatakan bahwa pengganti ia yaitu orang yang berani. Saat itu datanglah Asy-Syekh Al-Akbar Muh. Daud Dahlan sedang dirundung musibah, karena habis berkelahi dengan seorang abdnegara militer yang menimbulkan profesinya sebagai supir bis menjadi terancam. Maka dengan titah yang diberikan oleh Guru sekaligus Ayahandanya, setelah itu ia mulai berkonsentrasi penuh mengelola peran yang gres saja diembannya itu, yakni sebagai Ketua Umum Yayasan Al-Idrisiyyah.
Belakangan, dengan adanya banyak sekali perselisihan mengenai kedudukan ia (apakah hanya sebagai Ketua atau Mursyid), maka bertanyalah ia kepada Ayahandanya. Maka dijawab, ‘Itu sih, terserah Abah Anom (Asy-Syekh Al-Akbar Muh. Daud) saja!”
Dengan demikian, lega-lah apa yang menjadi kegundahan beliau, sehingga ia mantap menjadi pemimpin sekaligus penuntun murid di atas jalan Thariqat ini.
3. Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan
![]() |
Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan-alidrisiyyah.or.id |
(21 Desember 1916 – 17 September 2001)
A. Sejarah Kelahiran dan Tanda Kekhalifahan yang ada pada Dirinya
Asy-Syekh Al-Akbar Muhammad Dahlan merupakan putra (anak laki-laki) tertua dari Asy-Syekh Al-Akbar Abdul Fattah. Beliau dilahirkan pada tanggal 21 Desember 1916 M bertepatan dengan 26 Safar 1334 H di daerah Cidahu, Tasikmalaya.
Pendidikan awal ia diperoleh eksklusif dari ayahandanya. Kemudian Sekolah Rakyat Melayu di Singapura. Sepulang Syekh Abdul Fattah ke tanah air pada tahun 1932 ia disekolahkan di Madrasah ‘Unwanul Falah, Habib Ali Kwitang dan Madrasah Jami’atul Khair Tanah Abang, Jakarta. Setelah menimba ilmu di dua madrasah tersebut, ia mendapatkan peran untuk mempersiapkan kitab-kitab ayahnya manakala membahas suatu persoalan, menunggunya hingga selesai dan mengembalikan kitab tersebut ke tempatnya semula. Pendidikan model terakhir inilah menurut ia sangat besar pengaruhnya terhadap diri dan kehidupan ia selanjutnya.
Berbagai kabar mengenai kebesaran ia telah tercium di masa kanak-kanak oleh beberapa orang yang telah dianugerahi Mukasyafah. Di antaranya Habib Jamalulail yang menjadi Guru ayahanda beliau, yakni Asy-Syekh Al-Akbar Abdul Fattah yang menyatakan bahwa bayi ini (Muh. Dahlan) yaitu Wali Akbar. Pernyataan itu juga dilontarkan oleh Habib Ali Al-Habsyi[1] Kwitang sewaktu ia masih berguru di sana.
Pernah suatu peristiwa, ketika Asy-Syekh Al-Akbar Abdul Fattah bersama beberapa orang murid ia mengadakan perjalanan berziarah ke tempat-tempat Awliya untuk bertabarruk (mengambil berkah) di daerah Jawa, khususnya Jawa Barat.
4. Asy-Syekh Al-Akbar Abdul Fattah
Mursyid Al-Idrisiyyah (Si Linggis)
![]() |
Asy-Syekh Al-Akbar Abdul Fattah-alidrisiyyah.or.id |
Asy-Syekh Al-Akbar Abdul Fattah (1884 – 1947)
Pada awal perjalanan spiritualnya, ia sempat menimba ilmu kepada seorang Kiyai yang berhaluan Thariqat Tijaniyyah, yakni KH. Suja’i, hingga tahun 1910. Di sini Syekh Abdul Fattah berguru lebih dari 7 tahun dan menjadi salah seorang santrinya yang ulet dan sungguh-sungguh menimba ilmu kepada gurunya. Beliau terkenal dengan sebutan ‘Si Linggis’, karena begitu tajam dan dalam analisa ia terhadap banyak sekali masalah. Bahkan terkadang pelajaran yang belum disampaikan gurunya, telah bisa dikuasainya. Hingga pada suatu ketika Syekh Abdul Fattah menjumpai sebuah ayat Al-Quran:
“Barang siapa yang mengambil hidayah (petunjuk) Tuhan maka dia termasuk orang yang diberi petunjuk, dan barangsiapa yang sesat (karena tidak mengambil hidayah) Tuhan maka ia tidak sekali-kali mendapatkan seorang Wali yang Mursyid”. (QS. Al-Kahfi : 17)
Beliau mempertanyakan siapakah “Wali Mursyid” yang dimaksud dalam ayat tersebut. KH. Suja’i menjelaskan bahwa mencari Wali Mursyid itu yaitu suatu keharusan, sedangkan KH. Suja’i sendiri mengaku bukan seorang Wali Mursyid. Karena itu ia menyarankan Syekh Abdul Fattah untuk mencarinya.
Awal pencarian Guru Mursyid telah ia lakukan di daerah Pulau Jawa dan Sumatera, hingga akibatnya ia memutuskan mencarinya ke daerah Timur Tengah, khususnya Makkah Al-Mukarramah.
Keberangkatan ia yang pertama, dengan membawa seluruh keluarganya. Harta benda dan tempat tinggal ia tinggalkan demi mendapatkan cahaya petunjuk seorang Wali Mursyid. Konon, isteri ia Ibu Siti Zubaidah merupakan keturunan orang yang berada, sehingga beberapa lahan tanahnya dijual untuk perbekalan selama perjalanan.
Perjalananpun dimulai, dengan kapal laut rombongan mulai singgah dari pelabuhan satu ke pelabuhan yang lain. Namun perjalanan menuju Mekkah menjadi terhenti, ketika kapal yang ia tumpangi mengalami kerusakan di Singapura. Saat itulah terjadi musibah, di mana seluruh keluarga ia mengalami kehilangan perbekalan.
5. syekh Ahmad Syarif-as-Sanusi
![]() |
Syekh Ahmada Syarif as-Sanusi-alidrisiyyah.or.id |
Syekh Ahmad asy-Syarif dilahirkan pada tahun 1873 di Jaghbub
(1873-1932)
Keadaan diri dan kelahirannya
Sayid Ahmad Syarif memiliki postur badan yang sedang, mukanya panjang dan tebal, dan andaikata matanya tidak cekung ke dalam maka dia tampak menyerupai orang Cina. Matanya sayu dan hampir-hampir tidak menunjukkan ekspresi apa-apa, dan dia jarang sekali tersenyum. Dia berpakaian jubah putih dan memakai serban lebar berwarna putih juga.
Syaikh Ahmad asy-Syarif dilahirkan pada tahun 1873 di Jaghbub, di mana dia mendapat bimbingan pamannya, Sayyid al-Mahdi, ayahnya (Muhammad Syarif), ar-Rifi dan al-Biskiri. Selain itu dia diperkenalkan dengan semua masalah yang dihadapi oleh Thariqat Sanusiyyah pada ketika itu karena pamannya memberitahukan hal-hal ini kepadanya, dan sering mengeluarkan perintah melalui dirinya. Ketika Sayyid al-Mahdi pindah ke Qiru di Sudan, Sayyid Ahmad as-Syarif menemaninya, dan di sanalah dia dinyatakan sebagai calon penggantinya, pada ketika pamannya meninggal.
Syekh Ahmad Asy-Syarif mengarang sebuah kitab yang berjulukan Al-Anwarul Qudsiyyah fi Ma'alimith Thariqis Sanusiyyah. Di dalam kitab tersebut Beliau bertanya kepada kakak dari ayahnya Syekh Muhammad al-Mahdi, kepada siapakah Thariqah Sanusiyyah disandarkan sehingga disebut sebagai Thariqah As-Sanusiyyah Al-Idrisiyyah Al-Qadiriyyah An-Nasiriyyah As-Sadziliyyah. Maka dijawab, bahwa semuanya kembali kepada nama 'Al-Muhammadiyyah', yang berarti mengikuti Sunnah baik sedikit maupun banyak. Pada awalnya Thariqah ini merupakan salah satu cabang dari Thariqah Syadziliyyah. Menurut Syekh Ahmad Asy-Syarif As-Sanusi Thariqah ini dibangun atas dasar mengikuti Sunnah dalam perkataan, perbuatan, keadaan, serta membiasakan menyebut shalawat Nabi di banyak sekali waktu.
Dalam kitab itu pula diterangkan sumber pengambilan amalan-amalan utama Thariqat Sanusiyyah. Seperti Shalawat Ummiyyah, memiliki sanad dari Syekh Muhammad bin Ali as-Sanusi yang mendapatkan dari Syekh Ahmad bin Idris, ia dari Syekh Abul Mawahib at-Taziy, ia dari Syekh Muhammad bin Zayyan, ia dari Syekh Muhammad bin Nashir ad-Dar'i. Selain itu Syekh Muhammad bin Ali as-Sanusi mendapatkan pula dari Syekh Muhammad bin Muh. bin Abdus Salam al-Banani, ia dari Syekh Ahmad bin Muhammad bin Nashir ad-Dar'i, dan ia dari Syekh Muhammad bin Nashir ad-Dar'i.
Sedangkan Shalawat Fatihiyyah, memiliki sanad dari Syekh Muhammad bin Ali as-Sanusi, ia mendapatkan dari Syekh Ahmad bin Idris, ia dari Syekh Abul Mawahib at-Taziy, ia dari Syekh Abul Abbas ad-Dani al-Fasi, ia dan Syekh at-Taziyyi mendapatkan dari Syekh Abdul Qadir al-Mufti al-Makki, dari Syekh Sa'dud Din bin Sayid Allam Muhammad, kemudian sanadnya bersambungan hingga Syekh Abdul Qadir al-Jaelani.
Maka, tidak semua pengamal Thariqah Idrisiyyah membawakan kedua awrad ini. Sebab mereka tidak mengambil sanad melalui Syekh Muhammad bin Ali as-Sanusi, tapi melalui murid Syekh Ahmad bin Idris lainnya, menyerupai Syekh Ibrahim Ar-Rasyidi, Syekh Muhammad Al-Mirghani, dsb.
6. Umar Al-Mukhtar
SINGA PADANG PASIR DARI THARIQAT SANUSIYYAH
![]() |
Umar al-Mukhtar-alidrisiyyah.or.id |
Anda mungkin pernah menyaksikan film Omar Mukhtar, The Lion of the Desert yang dibintangi sederet pemain drama Barat terkenal: Anthony Quin, Irene Papas, Oliver Reed, dan Rod Steiger.
Film kolosal yang diproduksi Mustapha Akkad, seorang Muslim asal Aleppo, Suriah, ini mengisahkan usaha heroik Umar Mukhtar, seorang tokoh Muslim, melawan tentara pendudukan Italia di Libya. Dengan gagah berani Singa Padang Pasir ini mempertahankan setiap jengkal negerinya dari penjarahan sedadu-serdadu Mussolini yang terkenal brutal. Beliau gres tertangkap ketika usianya sudah 70 tahun. Siapakah tokoh Thariqat yang begitu terkenal ini?
************
Umar Mukhtar lahir pada tahun 1862 di Bathafat, Libya Timur. Ia berasal dari suku Munfah. Dia sudah menjadi yatim ketika masih kecil, karena ayahnya meninggal dunia pada ketika dia dan ayahnya dalam perjalanan menunaikan ibadah haji. Dalam usia yang masih kecil itu ia sudah berhasil menghafalkan seluruh al Alquran dan mempelajari ilmu agama di tempat kelahirannya, ia berangkat Ke Jaghbub. Di kota ini ia menjadi murid Muhammad Idris putra dari Sayyid Muhammad al Mahdi. Segera sang Gurupun mengetahui kecerdasan muridnya. Tidak absurd bila ketika muridnya selesai berguru kepadanya, ia mengangkat Umar Mukhtar sebagai guru di daerah Qushur, sebuah kota kecil di daerah Jabal Akhdhar pada tahun 1897.
Umar Mukhtar yaitu seorang Da’i Islam yang besar. Dia menyeru kepada Islam, dan menyebarluaskan pikiran-pikiran Islam dengan memberikan bimbingan, penjelasan, dan keteladanan. Dia mempunyai bakat besar. Tuhan memberikan kepadanya kemampuan menyelesaikan banyak sekali perselisihan di kalangan masyarakat dengan cerdas dan piawai. Di sini Umar Mukhtar menunjukkan perhatiannya yang besar terhadap banyak sekali problem kemasyarakatan. Beberapa tahun kemudian, karena keberhasilannya mengarahkan masyarakat sekitarnya, penguasa daerah itu mengangkatnya sebagai penasehatnya.
Saat itu gerakan pendudukan tentara Italia di negerinya semakin menjadi-jadi. Melihat hal itu, Umar Mukhtar terpanggil untuk mempertahankan negerinya. Dengan segera ia menjadi salah seorang tokoh terkenal. Malah, akibatnya ia diminta gurunya untuk memimpin perlawanan terhadap penjajah Italia.
Kilas Balik
Perhatian Italia terhadap Libya mulai semenjak 1871. Yakni, setelah Italia beerhasil mewujudkan kesatuan politiknya. Negeri ini pun mulai mengerlingkan pandangannya ke arah Eropa, daerah Mediteranean dan Afrika. Perhatiannya pertama-tama terarah pada masalah kebudayaan, kesehatan dan ekonomi.
Pada tahun 1910 Italia mengirim sebuah ekspedisi arkeologi ke Libya, ketika itu berada di bawah daerah kesultanan Turki. Untuk meneliti peninggalan purba. Konon, ekspedisi ini juga menyiapkan peta-peta yang memudahkan tentara Italia memasuki Libya. Pada Januari 1911 penguasa Turki di Libya memperingatkan pemerintah pusat di Turki wacana sikap Italia yang semakin menaruh perhatian terhadap Libya. Tapi, pemerintah Turki memandang remeh peringatan itu. Sikap pemerintah Turki ini bisa dimengerti, karena pemerintah Turki tengah disibukkan oleh banyak sekali problem dalam negeri.
Peringatan itu ternyata benar. Tanpa diduga pada tanggal 29 September 1911 Italia menyatakan perang terhadap Turki di Libya. Pada hari berikutnya skuadron kapal perang Italia mulai memblokade Tripoli, ibukota Libya. Setelah empat hari diblokade, kota itu jatuh. Karena keunggulan kekuatan militer dan teknik serdadu Italia ketika itu, yang berjumlah 40.000 orang, 6.000 di antaranya anggota pasukan artileri, sejumlah kota penting Libya jatuh. Pada final Oktober 1911 hampir sebagian besar daerah pantai negeri ini telah jatuh ke tangan pasukan pendudukan Italia.
Pasukan Turki yang berada di Libya dengan gagah berani berupaya menghadang gerak maju pasukan Italia. Sayang, karena jumlahnya sedikit dan dilengkapi dengan peralatan perang yang terbatas, akibatnya pada 11 Oktober 1912 mereka terpaksa mendatangi sebuah perjanjian ini, Libya harus diserahkan Turki pada Italia.
Ketika bangsa Libya mengetahui hal itu, merekapun bergerak untuk mempertahankan negeri mereka. Terjadilah penyerangan terhadap pasukan pendudukan Italia. Bantuan sukarelawan berdatangan dari sejumlah negara Arab lain. Sayang, perlawanan ketika itu dilakukan secara acak-acakan. Akibatnya, perlawanan itu dengan mudah dipatahkan lawan.
Setelah pasukan Turki ditarik mundur dari Libya, para pengikut Gerakan Sanusiyyah yang memegang kendali usaha melawan pendudukan Italia. Khususnya di daerah Cyrenayca dan Libya Timur. Di antara tokoh gerakan perlawanan itu ialah Sayyid Ahmad Syarif as Sanusi dan Sayyid Muhammad Idris as Sanusi. Sementara perlawanan di Tripoli di bawah pimpinan Sulaiman al Baruni. Pertempuran yang paling sengit meletus pada bulan April 1915, disebut pertempuran Qardhabiah.
Tampil ke Depan
Pada bulan Oktober 1922 Benito Mussolini (1883 – 1945) berhasil merebut kekuasaan di Italia. Ia melihat Libya merupakan medan yang luas untuk menunjukkan kekuatannya kepada dunia. Mulailah babak gres pendudukan Italia di Libya.
Dua tahun sebelumnya tercapai perjanjian antara panglima pasukan Italia di Libya dan pemimpin perlawanan Libya dan pemimpin perlawanan Libya, Muhammad Idris as Sanusi. Dalam perjanjian ini, yang disebut dengan ‘Perjanjian Rajmah’, Italia mengakui kedudukan Muhammad Idris as Sanusi sebagai penguasa daerah pedalaman Libya. Sebaliknya ia mengakui kedudukan panglima pasukan Italia sebagai penguasa daerah pantai Libya.
Perjanjian Rajmah tersebut berlaku efektif hingga 1922. Pada tahun itu Mussolini membatalkan perjanjian itu. Penguasa Pendudukan Italia pun menyatakan kekuasaannya meliputi seluruh Libya.
Melihat tindakan Mussolini yang seenaknya itu, Muhammad Idris as Sanusi menyadari, Italia berupaya menyingkirkannya. Iapun memilih meninggalkan negerinya menuju Mesir, setelah menyerahkan kepemimpinan perlawanan kepada Umar Mukhtar. Ketika itu Umar Mukhtar telah menjadi salah seorang tokoh Gerakan Sanusiyyah.
Setelah perlawanan terhadap pendudukan Italia berada di tangan Umar Mukhtar, pusat usaha mereka dialihkan ke daerah Cyrenaica. Di daerah itu meletus banyak sekali pertempuran sengit, antara para pejuang Libya di bawah pimpinan Umar Mukhtar dan serdadu-serdadu Itallia di bawah komando Jendral Graziani. Dalam pertempuran-pertempuran itu, Cyrenaica mendapat gempuran habis-habisan dari pesawat-pesawat tempur dan tank-tank Italia yang menabur kematian. Graziani membentuk “Mahkamah Militer Kilat”.
Dalam mengarahkan gerakan perlawanan Libya, Umar Libya, Umar Mukhtar memilih Jabal Akhdhar sebagai pangkalan. Karenanya pasukan Italia berupaya memblokadenya dengan menduduki wilayah-wilayah sekitarnya. Misalnya, Ajnabiah dan Jaghbub. Malah, untuk mematahkan perlawanan Umar, Mussolini mengangkat Jendral Padolini sebagai penglima gres pasukan pendudukan Italia.
Dalam menghadapi Umar Mukhtar dan para pengikutnya, Jendreal Padolini pertama-tama berbagi pamflet-pamflet ke seluruh penjuru Libya. Tapi upaya ini tidak mendatangkan hasil. Melihat kegagalan itu, Padolini mengubah taktiknya. Ia membuat sejumlah jalan menuju Jabal Akhdhar guna memudahkan serdadu-serdadunya memburu Umar Mukhtar dan para pejuang Libya lainnya. Ternyata strategi ini juga patah di tengah jalan. Ini karena Umar Mukhtar dan para pengikutnya benar-benar menguasai daerah itu. Sehingga dengan mudah mereka melepaskan diri dari sergapan pasukan Italia.
Menolak Berbagai Tawaran Menarik
Melihat kegagalan strategi militer yang ia lakukan, Padolini berganti haluan dengan memakai sarana politik. Ia mengajukan sejumlah proposal yang menarik kepada Umar Mukhtar ddan para pengikutnya, dengan syarat Umar Mukhtar mau berunding. Tapi, Umar Mukhtar menolak semua proposal itu.
Pada Juni 1930 utusan Padolini kembali menemui Umar Mukhtar, menunjukkan gencatan senjata. Sekali lagi proposal itu ditolak Umar Mukhtar, dengan mengajukan sejumlah syarat dan tuntutan yang sulit dipenuhi. Misalnya, kesediaan Italia untuk tidak mencampuri urusan Libya, legalisasi bahasa Arab sebagai bahasa resmi, dan pendirian sejumlah sekolah tinggi tinggi. Jelas, tuntutan itu ditolak pemerintah Italia.
Melihat ancaman yang semakin meningkat, peenguasa Italia menyadari bahwa impian yang ada terletak pada perlakuan yang baik terhadap Umar Mukhtar dan kesediaannya untuk berunding. Padolini pun mengutus duta kepada Umar Mukhtar, untuk mengemukakan kepadanya bahwa tuntutan-tuntutannya diterima pemerintah Italia. Tapi untuk menandatangani perjanjian di antara kedua belah pihak, perlu diadakan pertemuan antara Umar Mukhtar dan Padolini. Sebagai tempat pertemuan, Padolini mengajukan Kota Bengazi.
Umar Mukhtar ternyata tidak mudah terkecoh. Ia mengetahui maksud yang tersembunyi di balik proposal itu. Karenanya ia menolak untuk menemui Padolini. Sebagai gantinya ia mengutus Hasan Ridha as Sanusi. Seperti diperkirakan Umar Mukhtar, urusannya dipaksa Padolini untuk menyepakati sebuah perjanjian baru. Dalam perjanjian itu, antara lain Hasan Ridha dan Umar Mukhtar seetiap bulan akan mendapatkan gaji sebesar 50.000 franc. Di samping itu Hasan Ridha akan dibuatkan sebuah istana megah di Bangazi. Pemeritah Italia juga menjanjikan akan memugar padepokan Umar Mukhtar, dan membangunkan sebuah rumah dan masjid untuknya.
Jelas, perjanjian itu ditolak Umar Mukhtar. Ia sebarluaskan penolakannya itu di kalangan bangsa Libya. Perangpun pecah kembali. Dalam menghadapi pertempuran yang kembali berkobar, Padolini mengerahkan komando pasukan Italia kepada Jendral Graziani. Graziani segera melancarkan upaya untuk membendung gerak Umar Mukhtar dan para pejuang lainnya. Antara lain dengan menutup sekolah-sekolah dan memaksa penduduk daerah Jabal Akhdhar mengungsi ke wilayah-wilayah yang tandus dan kering kerontang. Akibatnya, banyak di antara mereka yang mati kelaparan. Graziani memerintahkan pemasangan kawat berduri di perbatasan Libya-Mesir, guna menghentikan santunan dari negara-negara Arab lain.
Menghadapi tekanan yang semakin keras dan gempuran yang tidak kenal henti itu, Umar Mukhtar dan para pengikutnya kemudian pindah ke daerah yang disebut dengan ‘Gunung Obeid’ dan terkenal sulit medannya ini mereka jadikan sebagai pangkalan baru. Penduduk daerah ini, yang sebelumnya telah mengalah kepada pasukan pendudukan, malah berhasil dibangkitkan semangatnya untuk turun ke medan laga.
Dihormati lawan
Dengan berpindahnya pangkalan perlawanan, semangat usaha Umar Mukhtar berkobar kembali. Terjadilah serangkaian pertempuran sengit. Yang paling terkenal ialah ‘pertempuran Rahiba’, yang meletus pada 28 Maret 1927.
Pertempuran Rahiba terjadi setelah serdadu-serdadu Italia berhasil menguasai sepenuhnya daerah pantai Tripoli dan Bengazi, dan memojokkan para pejuang ke daerah Jabal Akhdhar. Ketika bulan Ramadhan (bertepatan dengan Maret 1927) tiba, Umar Mukhtar dan para pengikutnya lebih banyak menggunakan waktunya untuk melaksanakan banyak sekali ibadah menyerupai shalat dan tadarus al Quran. Saat itu seakan terjadi gencatan senjata di kedua belah pihak yang berperang untuk mempersiapkan diri guna menghadapi pertempuran yang bakal terjadi kembali.
Dalam suasana yang damai itu, ada orang yang memberi saran kepada panglima pasukan Italia untuk menyerbu para pejuang. Saran itu disepakati pemerintah Italia. Segera dengan secara rahasia dilakukan persiapan militer besar-besaran selam dua minggu. Pasukan yang terdiri dari lebih seribu orang ini dilengkapi dengan tank-tank dan peralatan perang termodern ketika itu. Pasukan ini kemudian bergerak ke Jabal Akhdhar, dengan rahasia biar bisa hingga ke ujung daerah itu, sementara pejuang tidak dalam keadaan siap.
Pada suatu pagi di bulan Ramadhan, ketika Umar Mukhtar sedang mendaras al Quran, tiba-tiba sejumlah pesawat tempur Italia melancarkan serangan besar-besaran terhadap tempat-tempat di sekitarnya. Belum lagi ia siap, seorang pengiringnya melaporkan wacana kedatangan serdadu-serdadu Italia. Atas saran seorang tangan kanannya, iapun membawa para pejuang yang tinggal berjumlah 100 orang ke hutan. Dengan strategi hit and run, akibatnya ia dan para pengikutnya berhasil mematahkan serangan dadakan yang dilancarkan serdadu-serdadu Italia. Dalam pertempuran ini korban di pihaknya sekitar 50 orang. Sementara pasukan Italia kehilangan sekitar 300 anggotanya. Kekalahan dalam pertempuran Rahiba ini benar-benar memalukan pasukan pendudukan Italia. Hal ini membuat Gubenur Jendral Tirocci melancarkan serentan tindakan militer guna menundukkan Umar Mukhtar dan para pengikutnya. Terjadilah serangkaian pertempuran sengit kembali. Yang paling terkenal, di antara pertempuran-pertempuran itu ialah ‘Pertempuran Kafra’ yang terjadi pada 8 Mei 1931.
Kemenangan Umar Mukhtar dan para pengikutnya dalam pertempuran-pertempuran itu membuat namanya terkenal. Tidak hanya di dunia Islam saja, tapi juga di Barat. Apalagi sikapnya yang menghormati dan memperlakukan baik para tawanan, membuat Umar Mukhtar dihormati lawan. Sebaliknya ia juga mengakui, tidak semua bangsa Italia oke dengan tindakan pasukan Italia di Libya. Sikapnya yang jantan ini membuat perjuangannya mendapat perhatian banyak pihak di Barat.
Kisah mengharukan Umar Al-Muhktar yang Mati Syahid di Tiang Gantungan
Di antara kebiasaan Umar Mukhtar ialah keluar gotong royong beberapa pengawalnya mengelilingi daerah Jabal Akhdhar. Maksudnya untuk mengawasi gerakan serdadu-sedadu Italia. Tapi, terkadang ia kurang berhati-hati. Kerapkali ia melepaskan diri dari pengawalan para pengiringnya. Tidak absurd bila teman-temannya sering memperingatkannya. Meski demikian ia tetap melaksanakan tindakan itu.
Pada Jum’at 12 September 1931 Umar Mukhtar dan 40 orang pengiringnya keluar untuk melaksanakan pengintaian. Pasukan Italia ketika itu telah memasang perangkap di dekat Desa Salanthah, Jabal Akhdhar. Ketika ia dan para pengikutnya tiba di desa itu, tanpa menyadari adanya jebakan tersebut, tiba-tiba mereka telah dikurung oleh ratusan serdadu Italia. Terjadilah pertempuran sengit. Para pengiringnya bertempur hingga mereka semua mati syahid.
Melihat semua pengiringnya telah tewas, Umar Mukhtar yang ketika itu telah berusia 70 tahun tetap bertempur dengan sengitnya. Tiba-tiba kudanya terkena timah panas. Iapun jatuh terpental dari kudanya. Dengan berjalan tertatih-tatih ia menuju ke sebuah pohon, untuk sejenak bernafas. Tapi, segera ratusan serdadu Italia mengurungnya dan menangkapnya.
Umar Mukhtar, dengan pengawalan yang sangat ketat kemudian dibawa ke Marfa’, sebuah kota pelabuhan. Dari sana kemudian ia dibawa ke Benghazi. Kebetulan Jendral Graziani ketika itu sedang berada di Roma. Begitu mendapatkan isu tertangkapnya Umar Mukhtar, hari itu juga ia eksklusif kembali ke Libya dengan menumpang pesawat terbang. Begitu hingga di sana, ia eksklusif memerintahkan Umar Mukhtar dihadapkan ke Mahkamah Militer, di bawah pimpinan hakim ketua Marioni1. Umar Mukhtar tampak gagah berani tatkala diadili. Keputusan segera dijatuhkan. Tak ayal lagi hukuman gantung dijatuhkan terhadap Singa Padang Pasir itu. Mendengar putusan itu Umar Mukhtar berucap: إنا لله وإنا إليه راجعون.
Mereka mendorongnya kepada kematian, namun Umar Mukhtar tidak gentar dan sedih. Dia tidak takut dan gentar menghadapi kematian, karena ia sendiri tellah berusaha lebih dari sekali untuk mendapatkannya di medan kemuliaan dan kesatriaan. Tidak satupun kata yang menunjukkan kelemahan dan keraguan keluar dari mulutnya. Bagaimana tidak, dia yaitu singa padang pasir:
Singa mengaum di balik terali besi
Engkau tidak akan melihat singa menangis merunduk.
Pada pagi, Rabu 16 September 1931, yakni empat hari setelah Umar Mukhtar ditangkap, orang renta pejuang yang telah berumur 90 tahun itu dibawa ke tiang gantungan. Setelah melaksanakan shalat dan mengucapkan dua kalimat syahadat “لآ إله إلا الله محمد رسول الله Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad Utusan Allah”, Umar Mukhtar dengan langkah yang damai dan tersenyum menghadap Khaliqnya, diiringi tetesan air mata 20 ribu orag Libya yang ketika itu turut menghadiri kepergian Umar Mukhtar menghadap Tuhannya dan mati syahid di tiang gantungan.
Semoga Tuhan merahmati Ahmad Syauqi yang telah berkata untuknya:
Engkau disuruh memilih, maka engkaupun memilih bermalam dalam keadaan lapar,
Engkau tidak membangun kedudukan atau mengumpulkan kekayaan,
Sesunguhnya pahlawan mati karena kehausan, dan bukanlah pahlawan yang minum air dengan sekali tegukan.
Umar Mukhtar dimakamkan di dekat pintu masuk Benghazi Timur. Pada makamnya yang sederhana terukir tulisan: “Lambang kepahlawanan dan kesyahidan: Mujahid Besar Omar Mukhtar, Jumadil Ula 1350 H / 16 September 1931”.
LQ, Batu Tulis, 9 Mei 2001/ 15 Shafar 1422
1 Pengadilannya disebut sebagai ‘Pengadilan Thayyarah’.
Semoga bermanfaat
Wassalamualaikum!
Tidak Ada Komentar