Suami Telah Meninggal, Bolehkah Istri Bersumpah Untuk Setia Dan Tak Menikah Lagi?
Sunday, 4 December 2016
Add Comment
Medianda – Sahabat medianda tidak ada satu orang pun yang mau ditinggal oleh pasangan hidupnya meski semua itu tidak dapat dihindari saat takdir Tuhan menghampiri. Memang semua harus nrimo lantaran semua yang ada didunia termasuk suami yakni hanya titipan Allah. Kaprikornus janda? Status yang satu ini mungkin bagi sebagian besar perempuan terdengar sangat mengerikan. Betapa tidak, di masyarakat Timur yang sebagian besar masih menganggap bahwa perkawinan yang tepat yakni bersatunya sepasang suami istri, status janda yakni kondisi yang sebisa mungkin dihindari, namun sebagai insan perjalanan hidup tetap harus dijalani meski ditinggal suami lantaran meninggal dunia atau bercerai yang dapat terjadi pada siapa saja.
Menyandang status janda bagi perempuan di negeri ini berarti menanggung beban cibiran, anggapan miring, dan kesendirian memikul beban bahan maupun psikis. Mayoritas, legalisasi mereka yang hidup menjanda yakni sulitnya mendapat daerah yang layak dalam masyarakat. Padahal, status sebagai janda tak berbeda dengan status gadis, perjaka, istri, suami, atau duda sekalipun.
Sahabat medianda berbicara mengenai janda, apalagi yang telah ditinggal menghadap Sang Kuasa oleh suami, banyak dari mereka yang tak mampu menahan luka, sehingga menciptakan para perempuan tersebut berani mengambil sumpah untuk tetap setia kepada si suami dan tak akan menikah dengan laki-laki lain. Lantas, bagaimana dalam Islam memandang hal tersebut?
Bila suami sudah meninggal dunia maka si istri berhak menikah lagi dengan laki-laki lain sehabis masa iddahnya sudah selesai. Tidak ada hak pihak mantan suami meminta kesepakatan biar istrinya tidak menikah lagi saat dia meninggal dunia, begitupun istri ke suaminya.
Janji semacam ini tidak dibolehkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Ash-Saghir dari Ummu Mubasysyir Al-Anshariyyah bahwa Rasulullah melamarnya (dalam riwayat lain melamarnya untuk Zaid bin Haritsah) maka dia berkata, “Aku telah berjanji kepada suamiku untuk tidak menikah lagi sepeninggalnya.” Maka Rasulullah besabda, “Itu tidak boleh.”
Dalam riwayat Al-Bukhari di Tarikh Al-Kabir Rasulullah mempersilahkannya untuk menentukan dan boleh menikah lagi.[3] Hadits ini dianggap hasan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, no. 608.
Sahabat medianda apabila sudah terlanjur bersumpah menyebut nama Tuhan saat mengucap kesepakatan itu maka harus dibatalkan dengan membayar kaffarah sumpah. Ini menurut hadits dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang bersumpah dengan suatu kesepakatan kemudian dia melihat ada yang lebih baik dari kesepakatan itu maka hendaklah dia melakukannya (yang membatalkan kesepakatan itu –penerj) dan membayar kaffarah atas sumpahnya tadi.” (HR. Muslim, no. 1650).
Kaffarah sumpah yakni sebagaimana yang dijelaskan detil dalam Al-Quran surah Al-Maidah ayat 89 yaitu memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi pakaian ke sepuluh orang miskin, atau membebaskan budak. Kalau tidak mampu maka berpuasa selama tiga hari.
Apabila tiba lelaki shalih yang melamar maka hendaklah diterima supaya tidak terkena bahaya Rasulullah dalam sebuah hadits,
“Jika ada yang tiba melamar seorang yang kau ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah dia. Kalau tidak kalian lakukan pasti akan terjadi fitnah (keguncangan) dan kerusakan di bumi.” (HR. At-Tirmidzi, no. 1085).
Belajar dari Ummu Salamah, alangkah indah kalau ijab kabul seorang janda Muslimah lebih baik dari ijab kabul sebelumnya. Hal ini sangat penting lantaran seorang janda pasti telah mempunyai pengalaman hidup bersama suaminya yang terdahulu. Bila ijab kabul selanjutnya tidak lebih baik dibanding ijab kabul yang sebelumnya, pasti akan banyak penyesalan yang menjelma.
Karena itu, seorang janda Muslimah sebaiknya lebih berhati-hati dalam menentukan calon suami yang akan mendampinginya. Ibunda Khadijah pun mengajarkan yang demikan. Beliau sangat selektif dalam menentukan pasangan hidupnya. Hampir seluruh pemuka bangsa Arab memperlihatkan pinangan, tetapi ia tetap membisu dalam keagungannya.
Bersabarlah. Tetaplah istikamah dalam kebaikan yang senantiasa kita hadirkan dalam setiap langkah. Sebab, Islam telah mengajarkan melalui pola Ibunda Khadijah, Ummu Salamah, dan Cut Nyak Dhien bahwa menikah kembali sama sekali bukan lantaran alasan sepele. Melainkan lantaran alasan-alasan besar untuk mewujudkan impian yang besar pula.
Tidak Ada Komentar