Sebarkan Sebelum Ada Korban Lagi!! Usus Bocah Ini Dipotong 2 Kali Gara-Gara Sering Mengkonsumsi Makan Ini..
Friday, 16 December 2016
Add Comment
Medianda – Sahabat medianda Saat usia Hilal menginjak 2 tahun, saya memutuskan bekerja, membantu keuangan keluarga mengingat penghasilan suamiku, Saripudin (39), tidak lebih mencukupi keperluan keluarga
Aku bekerja di perusahaan pembuat bulu mata palsu, tidak jauh dari rumah kita di Garut. Setiap pergi kerja, Hilal kutitipkan terhadap ibuku. Di situ, ibuku kerap memberinya mi instan. Bukan salah ibuku, sih, alasannya ialah sebelumnya, saya juga suka memberinya masakan itu apabila sedang tidak masak.
Nyatanya, Hilal jadi “tergila-gila” masakan itu. Ia bakal mengamuk dan mogok makan apabila tidak diberi mi instan. Ya, daripada cucunya kelaparan, ibuku alhasil hanya menyerah dan menuruti kemauan Hilal. Lagi pula, bila tidak diberi, Hilal tentu bakal membeli sendiri mi instan di warung bersahabat rumah dengan uang jajan yang kuberbagi. Praktis, sehari dua kali ia makan mi instan.
Dua kali dipotong
Kamis, 20 November 2008, Hilal mengeluh sakit perut. Kupikir sakit biasa. Anehnya, seusai tiga hari, sakitnya tidak kunjung hilang dan ditambah ia tidak dapat buang air besar. Gara-gara itulah perutnya membesar.
Khawatir, kubawa Hilal ke mantri bersahabat rumah. Sebab tetap tidak ada perubahan, kita kemudian membawanya ke RSU Dr Slamet, Garut. Nyatanya hasil investigasi dokter lebih angker dari yang kuduga. Kupikir, tidak mengecewakan dengan obat pencahar perut, sakit Hilal dapat segera sembuh. Rupanya tidak segampang itu.
Hasil tes darah dan rontgen menunjukan, Hilal wajib segera dioperasi alasannya ialah banyak sekali tahap di ususnya bocor dan membusuk. Ketika kutanyakan apa penyebabnya, dokter menjawab, efek dari kandungan masakan yang Hilal konsumsi selagi ini tidak sehat dan membikin ususnya rusak. Saat itulah kutahu Hilal terlalu tidak jarang menyantap mi instan. Astagfirullah….
Atas referensi dokter, kita kemudian mengangkat Hilal ke RS Hasan Sadikin, Bandung, dengan argumen peralatan medis di RS itu lebih lengkap. Sejak awal, tim dokter telah pesimistis dengan kondisi Hilal yang begitu memprihatinkan dengan berat tubuh yang tidak sampai 11 kg. Dokter juga bilang, dari puluhan permasalahan serupa, hanya tiga orang yang bersi kukuh nasib. Aku hanya dapat berserah pada Yang Mahakuasa SWT.
Baru pada 25 November 2008 operasi diperbuat di RS Immanuel, Bandung. Saat itu saya sedang hamil tiga bulan. Dokter mengamputasi usus Hilal kurang lebih 10 cm. Untuk menyatukan tahap usus yang terputus itu, dokter menyambungnya dengan usus sintetis. Tidak hanya itu, dokter juga membikin celah anus sementara (kolostomi) di dinding perut sebelah kanan.
Utang belum lunas
Nyatanya cobaan kita belum beres sampai di situ. Tiga hari kemudian, dokter menemukan tetap ada tahap usus yang bocor. Mau tidak mau, Hilal wajib kembali naik ke meja operasi dan merelakan sebagian ususnya lagi.
Jelas, saya dan suami sangat ingin Hilal sembuh. Tetapi, di segi lain, penghasilanku sebagai buruh tidaklah seberapa. Setiap bulan, saya hanya dapat mengangkat pulang uang Rp 250.000 alias Rp 300.000 bila lembur. Adapun suamiku penghasilannya tidak sempat menentu. Maklum, ia hanyakuli bergairah di pabrik tahu di Bandung.
Sejak Hilal jatuh sakit, saya memutuskan berhenti bekerja. Alhasil, suamiku wajib banting tulang mengerjakan pekerjaan apa pun asal menghasilkan uang. Kendati telah bekerja begitu keras, rasanya sia-sia saja. Anggaran operasi Hilal yang mencapai Rp 16 juta terasa begitu besar dan entah kapan dapat dilunasi. Apalagi, kita hanya punya waktu 10 hari untuk melunasinya. Untung pihak rumah sakit berbaik hati memberi kelonggaran waktu dua hari jadi kita tetap sempat meminjam uang ke banyak sekali keluarga dan tetangga.
Demi kesembuhan Hilal pula, kita wajib lebih berhemat. Rumah kontrakan kita tinggalkan dan kita menumpang di rumah orangtuaku. Sebetulnya uang kontrakan rumah itu tidak terlalu besar, hanya Rp 300.000 per tahun, tapi tetap saja uang sebesar itu sangat berarti untuk anggaran pengobatan Hilal.
Kata dokter, kolostomi di perut Hilal telah dapat ditutup seusai tiga bulan. Tetapi, gres seusai delapan bulan kemudian, cocoknya 23 Juli 2009, operasi penutupan diperbuat. Apalagi bila bukan duduk kasus biaya. Itu pun dapat diperbuat alasannya ialah kita dapat pemberian dari suatu stasiun televisi swasta sebesar Rp 14 juta.
Soal utang ke keluarga dan tetangga sebesar Rp 16 juta, entah kapan dapat kita bereskan. Kepalaku jadi tambah pening bila mengingat, sebentar lagi si sulung, Panda Erdini (11), bakal masuk SMP.
Sejak ususnya yang busuk dipotong, Hilal tidak lagi mencicipi sakit dibagian ususnya. Celakanya, rasa sakit justru berpindah ke tahap kolostominya. Setiap kali habis makan, masakan itu tentu eksklusif keluar melewati celah anus buatan itu. Saat itulah dinding perutnya mencicipi sakit yang menarik. Ia dapat menangis menjerit-jerit kesakitan.
Belum lagi plastik yang melekat untuk menampung feses yang penuh dan wajib diganti dengan yang baru. Double tape yang tidak jarang kali dilepas dan dipasang membikin kulit perutnya iritasi dan perih.
Apabila telah tidak dapat menahan sakitnya, Hilal bakal berujar, “Udah Hilal paeh aja! (Hilal lebih baik mati saja!)” Kadang juga ia berteriak minta maaf terhadap Yang Mahakuasa dan minta disembuhkan sambil mengatupkan kedua tangannya. Kasihan anakku.
Setiap hari, selagi delapan bulan itu, ia hanya menghabiskan waktunya di daerah tidur. Hilal hanya mampu berlangsung banyak sekali menit alasannya ialah apabila terlalu usang ia tentu eksklusif mencicipi sakit di tahap kolostominya. Setiap malam, ia juga wajib tertidur dengan paha diangkat menyentuh ke perutnya. Katanya, terasa yummy dan menolong menahan rasa sakitnya.
Kapok Makan Mi
Supaya ia tidak merasa bosan di kamar seharian, saya mengalihkan rasa sakitnya dengan mengajarinya membaca. Awalnya, sih, sekadar membacakan buku-buku kisah untuknya, tapi lama-kelamaan ia merasa berminat untuk membaca. Aku dan Panda bergantian mengajarinya. Tidak terasa, ketika ini ia telah lancar membaca, lo.
Medianda terbukti, sebenarnya Hilal anak yang sangat berilmu dan aktif. Sebelumnya ia tidak sempat sakit dan sangat penurut. Tetapi, semenjak kelahiran adiknya dua bulan lalu, Ilham Haki, ia menjadi lebih manja padaku. Ia melarangku menggendong dan menyusui adiknya. Aku, sih, maklum saja alasannya ialah dirinya tetap sakit dan mungkin takut rasa sayangku direbut oleh adiknya.
Sekarang Hilal telah dapat berlangsung lagi. Terbukti, sih, tetap sedikit bongkok, tapi saya yakin dalam waktu bersahabat ia dapat bangun dan berlangsung dengan sempurna. Katanya, ia ingin segera sekolah.
Yang membikinku lega, semenjak sakit itu, Hilal stress berat dengan mi instan. Bahkan menontonnya saja, dirinya seakan tidak sudi. Beda dengan dulu, sekarang ia sangat senang mengonsumsi masakan sehat, semacam sayur, daging, buah, dan susu. Susu terbukti dianjurkan dokter untuk menolong membenahi kondisi dan kinerja ususnya.
Mudah-mudahan ia dapat segera sembuh dari sakitnya dan menjadi anak yang berilmu dan berprestasi di sekolahnya nanti.
Semoga bermanfaat.
Tidak Ada Komentar