Ads
Ads2

Jangan Memajang Foto Komitmen Nikah Di Kamar, Jika Tak Mau Ini Terjadi

Medianda – Sahabat medianda setiap orang tentu ingin mengabadikan moment penting dalam hidupnya salah satunya yakni moment pernikahan. Moment ijab kabul memang janganlah hingga menjadi kenangan yang dilupakan begitu saja. Karena itu banyak pasangan yang bahkan menggantung foto pernikahanya di ruang tamu bahkan kamar.



Sahabat medianda tahukah anda bahwa hal itu sangat tidak dianjurkan! Karena ketahui jawaban buruknya dalam banyak sekali hadist berikut ini.

Mengutip rumaysho.com, dalam banyak sekali hadits tidak boleh bagi kita untuk memajang gambar makhluk bernyawa. Gambar yang terlarang dibawa ini ialah gambar insan atau hewan, bukan gambar batu, pohon dan gambar lainnya yang tidak mempunyai ruh.

Baca Juga

Jika gambar tersebut mempunyai kepala, maka diperintahkan untuk dihapus. Karena kepala itu ialah pada dasarnya sehingga gambar itu sanggup dikatakan mempunyai ruh atau nyawa. Agar lebih terang perhatikan terlebih dahulu hadits-hadits yang mengambarkan hal tersebut.

Dalam hadits muttafaqun ‘alaih disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ

Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu gambar makhluk hidup bernyawa)” (HR. Bukhari 3224 dan Muslim no. 2106)

Larangan-Larangan Lain adalah

Hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu dia berkata,

نَهَى رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوَرِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang adanya gambar di dalam rumah dan ia melarang untuk menciptakan gambar.” (HR. Tirmizi no. 1749 dan ia berkata bahwa hadits ini hasan shahih)

Hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,

أَنْ لاَ تَدَعْ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرَفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ

Jangan kau membiarkan ada gambar kecuali kau hapus dan tidak pula kubur yang ditinggikan kecuali engkau meratakannya.” (HR. Muslim no. 969)

Dalam riwayat An-Nasai,

وَلَا صُورَةً فِي بَيْتٍ إِلَّا طَمَسْتَهَا

Dan tidak pula gambar di dalam rumah kecuali kau hapus.” (HR. An Nasai no. 2031. Syaikh Al Albani menyampaikan bahwa hadits ini shahih)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا رَأَى الصُّوَرَ فِي الْبَيْتِ يَعْنِي الْكَعْبَةَ لَمْ يَدْخُلْ وَأَمَرَ بِهَا فَمُحِيَتْ وَرَأَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ عَلَيْهِمَا السَّلَام بِأَيْدِيهِمَا الْأَزْلَامُ فَقَالَ قَاتَلَهُمْ اللَّهُ وَاللَّهِ مَا اسْتَقْسَمَا بِالْأَزْلَامِ قَطُّ

Bahwa tatkala Nabi melihat gambar di (dinding) Ka’bah, ia tidak masuk ke dalamnya dan ia memerintahkan semoga semua gambar itu dihapus. Beliau melihat gambar Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimas ssalam tengah memegang anak panah (untuk mengundi nasib), maka ia bersabda, “Semoga Yang Mahakuasa membinasakan mereka, demi Yang Mahakuasa keduanya tidak pernah mengundi nasib dengan anak panah sekalipun. “ (HR. Ahmad  1/365. Kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari dan periwayatnya tsiqoh, termasuk perowi Bukhari Muslim selain ‘Ikrimah yang hanya menjadi periwayat Bukhari)

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumahku sementara saya gres saja menutup rumahku dengan tirai yang padanya terdapat gambar-gambar. Tatkala ia melihatnya, maka wajah ia berubah (marah) kemudian menarik menarik tirai tersebut hingga putus.

Lalu ia bersabda,

إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ

Sesungguhnya insan yang paling berat siksaannya pada hari selesai zaman ialah mereka yang menyerupakan makhluk Allah.” (HR. Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 2107 dan ini ialah lafazh Muslim).

Dalam riwayat Muslim,

أَنَّهَا نَصَبَتْ سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنَزَعَهُ ، قَالَتْ : فَقَطَعْتُهُ وِسَادَتَيْنِ

Dia (Aisyah) memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah masuk kemudian mencabutnya. Dia berkata, “Maka saya memotong tirai tersebut kemudian saya menciptakan dua bantal darinya.”

Dari Ali radhiyallahu anhu, dia berkata,

صَنَعْتُ طَعَامًا فَدَعَوْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَ فَدَخَلَ فَرَأَى سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَخَرَجَ . وَقَالَ : إِنَّ الْمَلائِكَةَ لا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ

Saya menciptakan makanan kemudian mengundang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk datang. Ketika ia tiba dan masuk ke dalam rumah, ia melihat ada tirai yang bergambar, maka ia segera keluar seraya bersabda, “Sesungguhnya para malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5351. Syaikh Al Albani menyampaikan bahwa hadits ini shahih)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata,

اسْتَأْذَنَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : « ادْخُلْ » . فَقَالَ : « كَيْفَ أَدْخُلُ وَفِي بَيْتِكَ سِتْرٌ فِيهِ تَصَاوِيرُ فَإِمَّا أَنْ تُقْطَعَ رُؤوسُهَا أَوْ تُجْعَلَ بِسَاطًا يُوطَأُ فَإِنَّا مَعْشَرَ الْمَلائِكَةِ لا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ

Jibril ‘alaihis salam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Lalu Jibril menjawab, “Bagaimana saya mau masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya kau menghilangkan bab kepala-kepalanya atau kau menjadikannya sebagai ganjal yang digunakan berbaring, alasannya ialah kami para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5365. Syaikh Al Albani menyampaikan bahwa hadits ini shahih)

Pelajaran:

Sahabat medianda hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas, menyampaikan bahwa yang dimaksud gambar yang terlarang dipajang ialah gambar makhluk bernyawa (yang mempunyai ruh) yaitu insan dan hewan, tidak termasuk tumbuhan.

Sisi pendalilannya bahwa Jibril menganjurkan semoga bab kepala dari gambar tersebut dihilangkan, barulah ia akan masuk ke dalam rumah. Ini menyampaikan larangan hanya berlaku pada gambar yang bernyawa alasannya ialah gambar orang tanpa kepala tidaklah sanggup dikatakan bernyawa lagi.

Dalam hadits lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ

Gambar itu ialah kepala, kalau kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR. Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani menyampaikan hadits ini shahih dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1921)

Menghapus Gambar Makhluk Bernyawa

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Bisakah engkau jelaskan mengenai jenis gambar yang mesti dihapus?”

Syaikh rahimahullah menjawab, “Gambar yang mesti dihapus ialah setiap gambar insan atau hewan. Yang wajib dihapus ialah wajahnya saja.

Jadi cukup menghapus wajahnya walaupun badannya masih tersisa. Sedangkan gambar pohon, batu, gunung, matahari, bulan dan bintang, maka ini gambar yang tidak mengapa dan tidak wajib dihapus. Adapun untuk gambar mata saja atau wajah saja (tanpa ada panca indera, pen), maka ini tidaklah mengapa, alasannya ialah menyerupai itu bukanlah gambar dan hanya bab dari gambar, bukan gambar secara hakiki.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 35)

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan dalam kesempatan yang lain bahwa gambar makhluk bernyawa boleh dibawa kalau darurat. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ditanya, “Dalam majelis sebelumnya, engkau katakan bahwa boleh membawa gambar dengan alasan darurat. Mohon dijelaskan apa yang jadi kaedah dikatakan darurat?”

Syaikh rahimahullah menjawab, “Darurat yang dimaksud ialah semisal gambar yang ada pada mata uang atau memang gambar tersebut ialah gambar ikutan yang tidak sanggup tidak harus turut serta dibawa atau dispensasi dalam qiyadah (pimpinan). Ini ialah di antara kondisi darurat yang dibolehkan.

Orang pun tidak punya harapan khusus dengan gambar-gambar tersebut dan di hatinya pun tidak maksud mengagungkan gambar itu. Bahkan gambar raja yang ada di mata uang, tidak seorang pun yang punya maksud mengagungkan gambar itu.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 33)

Penjelasan aturan dalam goresan pena di atas semata-mata menurut dalil dari sabda Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan atas dasar budi semata. Semoga Yang Mahakuasa menganugerahkan sifat takwa sehingga sanggup menjauhi setiap larangan dan gampang dalam melaksanakan kebaikan. Wallahu waliyyut taufiq.



Sumber:Rumaysho

Related Posts

Tidak Ada Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel